Nama : Fachri Widi Partyadi
NIM : 1400410001
Syukur dari Sang Perkasa
Partini atau yang disapa
Tini adalah seorang perempuan perkasa kelahiran Budug, Ngawi, Jawa Timur . Tini lahir dengan tubuh yang wal afiat pada
9 Pebruari 1967. Tini adalah anak ke-4 dari enam bersaudara. Walaupun tinggi
badan Tini tidak seperti saudaranya yang lain. Namun, perempuan ini merupakan
momok yang paling ditakuti di keluarganya. Bukan karena jahat atau karena
nakal, tetapi Tini sengaja bersifat seperti itu agar saudaranya bermental siap
kerja dan hormat kepada kedua orang tua. Lahir dari keluarga yang sederhana,
kehidupan yang dijalaninya juga sederhana. Sama seperti anak-anak kebanyakan,
Tini menimba ilmu di sekolah dan membantu beberapa pekerjaan ibunya.
Tini memulai pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) Negeri
Budug pada Juni 1974. Mengenakan seragam putih merah tidak membuat pemikiran
dan logika Tini sama seperti anak SD seharusnya. Tini mendapatkan nilai yang
sangat baik pada tahun pertamanya dan telah menguasai beberapa pelajaran kelas
3 SD. Walaupun, saat itu Tini masih duduk di kelas satu SD. Alhasil, Tini
diberi kesempatan oleh guru-guru SD Budug untuk melompat satu tingkat. Tini
menerima tawaran tersebut. Langsung melompat ke kelas tiga SD, berarti
menghemat satu tahun umur Tini. Tepat pada Juni 1979, Tini diajak oleh pakdenya
untuk ikut dengan pakde ke Jayapura. Alasannya karena pakdenya ingin Tini
melanjutkan pendidikan disana daripada di Budug.
Tini lulus dari SD Budug pada tahun 1979, mengingat
tawaran yang diterima oleh Tini sebelumnya, Tini lalu berkemas untuk pindah ke
tempat yang sangat jauh dari tempat kelahirannya. Berpindah dari Ngawi, Jawa
Timur menuju Jayapura, Papua bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya mengenai
jarak yang sangat jauh dari rumah dan kedua orang tuanya, tentu saja lingkungan
social yang jauh berbeda dengan lingkungan social yang ada di Budug. Namun, itu
tidak menciutkan nyali dari perempuan perkasa ini.
Tini dan Pakde Harto menetapkan jadwal untuk pergi bersama-sama menuju
Jayapura. Alangkah kagetnya Tini, yang berada di tangannya adalah sebuah tiket
kapal laut. Sedangkan pakdenya menggunakan kapal terbang alias pesawat terbang.
Dengan kata lain, perjalanan yang ditempuh kurang lebih satu bulan diatas
kapal, Tini seorang diri tanpa tahu siapa yang berada disebelahnya dan tanpa
ada yang menjaganya. Apabila Tini adalah anak yang cengeng dan suka mengeluh,
pastinya dirinya akan menangis sepanjang perjalanan menuju Kota Jayapura.
Sesampainya di Jayapura, Tini ditemani dengan pakdenya
yang bernama Pakde Harto mencari Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang cocok
dengan Tini. Sekitar tiga sekolah telah dilihat terlebih dahulu oleh Pakde
Harto. Namun, menurutnya, sekolah-sekolah tersebut tidak cocok untuk Tini.
Sembari berjalan-jalan, Pakde Harto melihat sebuah sekolah yang lumayan besar
ukurannya dan memiliki lapangan basket ditengahnya. Pakde Harto lalu mencari
tahu sekolah apakah itu. “SMP Yapis, Jayapura,” ujar Pakde Harto. Pakde Harto
melihat keadaan lingkungan social dari SMP tersebut. Pakde Harto lalu
memutuskan untuk mendaftarkan Tini ke SMP Yapis, Jayapura. Tini resmi menjadi
murid SMP Yapis Jayapura pada Juli 1979.
Tiga tahun lamanya Tini menimba ilmu di SMP Yapis
Jayapura, tiba saatnya Tini untuk lulus. Berbeda dengan saat di SD, Tini tidak
melompat satu tingkat pun di SMP tersebut. Namun, Tini menjadi salah satu ketua
kelas yang paling dihormati sekaligus ditakuti oleh teman-teman yang pernah
sekelas dengannya.
Masih melanjutkan pendidikan
di Jayapura, kali ini Tini berkeliling mencari tempat selanjutnya yang cocok
untuk menimba ilmu. Berkeliling di salah satu daerah di Jayapura yang bernama
Bhayangkara, Tini mendapatkan sebuah Sekolah Menengah Atas yang cocok untuk
dirinya. SMEA Yapis Dock 5 Jayapura adalah nama sekolah yang menghentikan
langkah kaki dari Tini. Tanpa berkata-kata Tini lalu mendaftarkan diri ke
sekolah tersebut. Tini resmi menjadi murid SMEA Yapis Dock 5 Jayapura tahun
1982. Nampaknya, momok dari Tini yang sudah terbentuk dari SD hingga SMP masih
melekat pada dirinya. Sempat menjabat sebagai anggota Organisasi Siswa Intra
Sekolah (OSIS), Tini mengajarkan kepada teman-temannya bagaimana harusnya
bersikap dan bertindak. Tentu saja, demi menjadikan teman-temannya sebagai orang
yang terpandang, dirinya harus rela “sekali lagi” untuk dianggap yang paling
keras.
Diluar kehidupan sekolahnya,
kali ini Tini membantu ibu angkatnya yang bernama Kalsum Dima untuk membuat dan
berjualan kue. Tini mempunyai alasan mengapa dirinya meninggalkan Pakde Harto
dan tinggal bersama Kalsum Dima. Walaupun Tini dan Kalsum Dima tidak memiliki
hubungan darah. Setiap pagi, sekitar pukul enam pagi Waktu Indonesia Timur
(WIT), Tini selalu berkeliling gang dan juga kompleks perumahan untuk berjualan
kue. Entah itu untung atau rugi, Tini tetap berjualan selama dirinya bersekolah
dan menumpang tinggal di Kalsum Dima. Ketika waktu menunjukkan pukul setengah
delapan pagi, Tini akan pergi kesekolah untuk menimba ilmu yang lebih tinggi
lagi. Kegiatan tersebut yang terus-menerus dilakukan oleh Tini selama dirinya
bersekolah di SMEA Yapis Dock 5 Jayapura.
Penghasilan yang
diterima oleh Tini juga tidak seberapa.
Kadang untung, kadang rugi. Walau begitu, Tini tetap semangat dalam membantu
Kalsum berjualan kue buatan Kalsum. Kegiatan menjual kue buatan Kalsum tidak
mengganggu kegiatan dari OSIS dan juga tugas rumah yang diberikan untuknya.
Tini pintar dalam mengatur waktu. Dia selalu membedakan waktu kapan dirinya
harus fokus pada jualan, kapan dirinya harus fokus pada sekolah, dan kapan
dirinya harus fokus pada OSIS.
Juni 1985, Tini lulus dari
SMEA Yapis Dock 5 Jayapura. Itu tandanya Tini harus mencari pekerjaan selain
berjualan kue. Setahun setelah lulus, Tini hanya berjualan kue karena dirinya
belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan ijasah sekolahnya. Lalu pada
tahun 1986, Tini mendapatkan sebuah pekerjaan yang lokasinnya lumayan jauh dari
rumah singgahnya. Pekerjaan yang didapatkan yaitu sebagai karyawan Optical
Cendrawasih. Kali ini lokasi dari tempat kerja barunya berada di Dock 2.
Jaraknya lumayan jauh dari Dock 5 dan memakan waktu sekitar 20 menit dengan
menggunakan kendaraan umum.
Setahun lamanya Tini bekerja
di Optical Cendrawasih, Tini berganti pekerjaan menjadi karyawan Yulimsari.
Tidak jauh dari tempat kerja pertamanya, pekerjaan ini diemban Tini selama dua
tahun. Sebelum akhirnya Tini diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Kantor Kehutanan dan Pertanian, Jayapura. Menjadi seorang PNS bukan berarti
melepaskan keliaran masa muda Tini. Sembari bekerja, Tini bergabung dengan
sebuah organisasi Orari. Orari adalah sebuah organisasi yang memungkinkan
beberapa orang untuk berkomunikasi melalui jaringan radio. Orang yang berbicara
melalui jaringan radio disebut breaker.
Dan itulah kerjaan sambilan Tini, menjadi seorang breaker.
Orari selalu melakukan
siaran udara setiap hari. Oleh karena itu, Orari sangat terkenal kala itu.
Orari dapat menjadi tempat curhatan para ABG-ABG yang baru patah hati,
mendapatkan jodoh, dan sebagainya. Yang lebih terkenal lagi adalah breaker dari Orari tersebut. Seperti
kata orang-orang terdahulu, kecantikan atau ketampanan seseorang dulu dilihat
dari suaranya. Terutama yang hanya siaran melalui suara. Tentunya wajah dari
sang “narator” tidak akan terlihat di siaran tersebut. Oleh karena itu,
suaralah yang menjadi satu-satunya faktor yang data membentuk persepsi orang
tentang breaker tersebut.
Suatu hari, Orari mengadakan
sebuah kegiatan yang bernama Kopidelta. Tidak tahu kepanjangannya, Kopidelta
ini mempertemukan para breaker dan
juga pendengar setia Orari. Tini awalnya hanya sekadar ikut dalam perkumpulan
tersebut. Siapa sangka, keisengan Tini ikut dalam perkumpulan tersebut membuka
gerbang untuk bertemu dengan jodohnya hingga sekarang. Awalnya hanya berbincang
biasa. Namun, Tini dan laki-laki tersebut sering membuat janji untuk bertemu
diluar. Laki-laki tersebut bernama Gatut Aryo Widinagoro.
Gatut Aryo Widinagoro adalah
seorang laki-laki yang bersekolah di salah satu SMK ternama di Jayapura. Gatut
memiliki postur tubuh yang kurus, tinggi, dan tidak langsing. Gatut pada masa
SMK adalah seorang pecandu rokok berat. Dia tidak bisa lepas dari yang namanya
rokok selama masa SMK. Gatut juga memiliki rambut yang bisa dikatakan panjang
dan tidak terurus. Rambutnya yang panjang hingga sebahu dan bentuknya yang
bergelombang membuat benda-benda kecil bahkan hewan-hewan berukuran kecil dapat
bersarang disitu. Walau perokok berat dan penampilan yang tidak terurus bukan
berarti alasan Tini untuk menjauhi Gatut. Tidak hampir sama dengan perempuan
kebanyakan sekarang yang hanya melihat dari penampilan.
Tini selalu menantang Gatut
untuk tidak merokok selama berada didekatnya. Usahanya sedikit berhasil karena
Gatut dapat menahan untuk tidak merokok selama dua jam. Setelah itu, dia akan
ijin ke toilet dan merokok disana. Itulah yang menjadikan Gatut sebagai orang
yang lucu dalam anggapan Tini. Dia tidak ingin ketahuan merokok didepan sang
ratu. Oleh karena itu, dia meminta ijin untuk ke kamar mandi sebentar yang
katanya ingin membuang air kecil.
Suatu hari, mereka
berjalan-jalan ke sebuah bioskop. Bioskop tersebut bernama bioskop melati.
Kelucuan yang telah diceritakan kini berulang kembali. Gatut yang sudah hampir
dua jam tidak merokok merasakan bahwa tenggorokannya hambar. Dia membutuhkan
pemanis yang berasal dari pangkal batang rokok. Akhirnya Gatut ijin ke kamar
mandi untuk buang air kecil. Mereka berdua tiba di bioskop jam empat sore WIT.
Masalahnya, film yang mereka pesan dimulai pada pukul delapan malam WIT.
Menunggu empat jam tanpa merokok, bagi seorang perokok, itu membunuh mereka
secara perlahan. Walau sebenarnya merokok sudah membunuh konsumennya secara
perlahan.
Selama menunggu film
tersebut diputar, Gatut bolak balik ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Terhitung sudah lima kali Dia bolak balik kamar mandi. Itu bukan buang air
kecil lagi namanya. Tetapi buang-buang air. Melihat kegelisahan Gatut ketika
ingin merokok itulah yang menarik perhatian Tini. Saat itu, sebenarnya Tini
tidak mempersoalkan masalah merokok. Menurutnya, merokok itu merupakan hal yang
wajar bagi anak muda yang ingin merasakan rokok. Tetapi jangan keseringan. Tini
sering tertawa kecil sendiri ketika melihat ekspresi gelisah dari Gatut yang
terus menerus menahan untuk merokok.
Menjalani hubungan pacaran
selama sebulan, tepat pada pada tanggal 1 Pebruari 1991 laki-laki idamannya
berulang tahun. Tini sengaja membuat kue ulang tahun untuk sang arjuna. Tini
menunggu datangnya sang arjuna di kantornya. Namun, ekspektasi kadang tak
sesuai realita. Sang arjuna yang ditunggu-tunggu kedatangannya ternyata tak
kunjung datang. Sedih, kesal, marah, semuanya bercampur aduk menjadi satu.
Pusing dengan situasi yang diterima, Tini lalu membuang kue ulang tahun Gatut.
Kebetulan juga saat itu tidak ada satupun karyawan kantor yang masih berada di
kantor. Tini pulang dengan kecewa. Amarah menyelimuti tubuh Tini dan menemani
Tini selama perjalanan menuju jalan pulang.
Pada malam minggu, Tini
menantang Gatut untuk datang meng-“apel”-in dirinya didepan rumahnya. Saat itu,
Tini sedang berada di rumah Kalsum Dima. Gatut yang menerima tantangan dari
Tini datang menemui Tini di rumah Kalsum Dima. Hasil pertama yang didapatkan
tidak semulus yang dipikirkan. Gatut dimarahi habis-habisan oleh Kalsum Duma
karena dirinya tidak datang saat Tini menunggunya di kantor untuk memberikan
kue ulang tahun untuknya. Kedua kalinya Gatut mendatangi Tini di rumah Kalsum
tepat pada malam minggu. Hasil yang sama diterima oleh Gatut. Dia dimarahi oleh
Kalsum habis-habisan lagi bahkan sampai mengusir Gatut. Namun, Gatut tidak
menyerah begitu saja. Minggu ketiga dirinya datang lagi menemui Tini. Kali ini
Kalsum sudah benar-benar lelah memarahinya. Akhirnya, secara berat hati, Gatut
diterima oleh Kalsum dan diperbolehkan menemui Tini. Setelah itu, Tini dan
Gatut diperbolehkan untuk jalan bersama setiap malam minggu.
Alasan Kalsum mengusir Gatut
saat percobaan pertama dan kedua karena Gatut saat itu mengenakan celana
panjang yang bagian lututnya sobek, kaos oblong, rambut yang belum diurus, dan
juga rokok yang ada di tangannya. Untuk Tini yang sudah sering melihat Gatut
seperti itu, akan merasa bahwa penampilannya biasa saja. Bahkan mungkin sudah
melihat penampilan yang lebih parah lagi seperti orang yang benar-benar tidak
keurus. Tetapi untuk Kalsum, yang notabene orang yang rapih karena suka memasak
akan menganggap penampilan Gatut benar-benar mengganggu. Siapa yang mau jadi
pendampingnya jika dirinya masih berpenampilan seperti itu.
Selama Gatut dimarahi dan
diusir, Tini selalu memperhatikannya dari dalam rumah. Sebenarnya Tini sedih
ketika Gatut diusir dan dimarahi oleh Kalsum karena penampilannya. Tetapi,
itulah perempuan. Ingin melihat setegar apakah laki-laki yang mengejarnya.
Apakah ketika sekali dimarahi laki-laki tersebut akan kapok ? Ataukah
menjadikannya sebuah pembelajaran dan sebuah tantangan baru untuk terus maju ke
depan ? Untuk seorang Gatut, tentunya dia menerima pertanyaan kedua. Dimarahi
dan diusir bukanlah sebuah alasan untuk mundur dari kisah cintanya bersama
Tini. Dia malah mengetahui bahwa ada yang salah dari penampilannya. Oleh karena
itu, pada minggu ketiga dan keempat, Gatut memperbaiki penampilannya dengan
menggunakan celana panjang yang tidak sobek, kemeja rapih, rambut yang diikat
rapih, dan tentunya tanpa sebatang rokok ditangannya. Gatut berdiri didepan
rumah Kalsum sembari menunggu Tini untuk keluar. Kalsum lagi-lagi keluar duluan
dan memasang muka sangar seakan-akan ingin menggigit Gatut. Namun, ketika
melihat penampilan Gatut pada minggu ketiga dan keempat, tidak ada alasan bagi
Kalsum untuk memarahi Gatut. Dia hanya sedikit mengeluh dan mengatakan kepada
Gatut bahwa Tini ada didalam rumah.
“Masuk saja, Tini ada
didalam.”
“Terima kasih. Saya akan
menjemputnya didalam.”
Sesampainya didalam rumah Kalsum, Gatut kaget ketika
mengetahui bahwa Tini ternyata sedang berdiri dibalik dinding yang terdapat
kacanya dan menghadap ke luar rumah.
“Jadi selama ini kamu
disini, Tin ?”
“Iya, selama ini aku
memperhatikanmu dari sini.”
“Perempuan yang didepan itu
siapa ? Kakakmu ?”
“Bukan kok, itu ibu
angkatku. Aku numpang tinggal disini.”
“Oh gitu. Seram benar tuh
orang. Dua minggu yang lalu berturut-turut aku diusir dia. Kamu lihat kan ?”
“Iya, aku lihat kok.”
“Ketika sedang dimarahi,
rasanya pengen dimakan olehnya. Menakutkan.”
“Hahaha… tapi usahamu untuk
bertemu denganku berhasil, kan ?”
“Iya, walau dimarahi
habis-habisan.”
Disela-sela pembicaraan mereka berdua, terdengar suara
yang sangat besar seperti auman singa.
“Mau pergi enggak nih ?! Kalau enggak mending pulang aja !”
Gatut kaget mendengar suara yang tidak ingin didengarnya
lagi.
“Iya bu, saya akan
mengajaknya pergi.”
Dari situlah Tini menyadari bahwa Gatut tidak hanya
mengejar dirinya habis-habisan. Tetapi, Gatut benar-benar serius untuk
mempertahankan kisah cinta mereka berdua. Tini kini benar-benar yakin dengan
pilihan hatinya. Pemuda yang berpenampilan berantakan, perokok berat, dapat
berubah begitu saja ketika memperjuangkannya.
Setiap malam minggu, Gatut
pasti “apel” ke rumahnya Kalsum. Tentu saja untuk menjemput permaisurinya,
Tini. Mereka berdua berjalan-jalan selalu menggunakan Vespa milik Gatut. Motor
klasik tersebut memiliki bunyi dan juga ciri khasnya tersendiri. Terlebih lagi
Vespa memiliki bentuk yang unik dan lucu sehingga menjadi motor yang paling
tren kala itu. Mereka berdua selalu jalan-jalan ke tempat yang jauh dari rumah
Kalsum. Alasannya karena Gatut tidak ingin mendengar suara yang sekeras auman
singa lagi. Gatut selalu mengajaknya ke sebuah tempat yang bernama “Angkasa” di
Kota Jayapura. Disinilah yang menjadi tempat favorit bagi Tini dan Gatut.
Tempat tersebut sengaja diberi nama Angkasa oleh penduduk setempat karena dari
tempat ini, kalian dapat melihat betapa luasnya lautan didaerah Jayapura dan
seisi Kota Jayapura.
Angkasa adalah tempat
tertinggi yang ada di Kota Jayapura. Angkasa menjadi pusat provider yang masuk ke Kota Jayapura khususnya Telkomsel. Dengan
meletakkan tiang pemancar di salah satu bukit di Angkasa, jaringan dari provider tersebut dapat menjaungkau
hampir seluruh Kota Jayapura. Telkomsel sekarang telah memasang tiga tiang
pemancar disana. Oleh karena itu, ketika kalian mengunjungi Kota Jayapura atau
mencarinya di internet, kalian dapat dengan mudah menemukan tiang-tiang
pemancar tersebut.
Selama kurang lebih setahun
berpacaran, Tini dan Gatut memutuskan untuk menikah. Mereka berdua menikah di
sebuah gedung di Kota Jayapura. Mereka menggelar pernikahan yang sederhana dan
menarik. Alasannya karena Gatut saat itu disuruh bernyanyi untuk Tini didepan
para tamu undangan. Malu ? Tentu saja. Bukan karena malu dilihat saat mereka
bermesraan, tetapi karena memang Gatut tidak pernah bernyanyi. Walau begitu,
dengan suara yang pas-pasan, Gatut tetap bernyanyi untuk menghibur para tamu
undangan dan tentunya sang ratu, Tini.
Mereka menikah pada tanggal
9 September 1992. Bulan madu dilakukan sebulan setelah proses pernikahan
selesai. Tini dan Gatut berbulan madu berkeliling Pulau Jawa pada tanggal 9
Oktober 1992. Pada saat itu, Tini dan Gatut berbulan madu menggunakan uang
mereka bersama. Mereka berdua berkeliling pulau Jawa dengan menggunakan kapal
laut. Uang hasil terima gaji yang mereka sisihkan sedikit demi sedikit, kini
membawa mereka berdua berkeliling pulau Jawa. Waktu yang dihabiskan di kapal
tersebut adalah satu bulan penuh. Selama berada di kapal, keduanya sering
berada didepan bagian kapal untuk merasakan hembusan angin yang sangat sejuk.
Hembusan angina tersebut ditemani dengan bunyi pecahan ombak karena ujung kapal
yang berbentuk mengerucut. Dengan angina yang sepoi-sepoi, keduanya kemudian
memperagakan adegan di sebuah film legendaris “Titanic.” Namun, Tini dan Gatut
tidak menyanyi. Keduanya tidak menyanyi karena disebelah mereka, terdapat
sepasang kekasih yang melakukan adegan yang sama dengan mereka. Sepasang
kekasih itulah yang menyanyikan lagu untuk mereka. Seakan tertutupi oleh angin,
Gatut menambah keras suara lagu tersebut dengan suara pas-pasannya agar
terdengar lebih romantis. Mendengar suara yang sedikit cempreng, Tini tertawa.
Tini sudah tidak terlalu fokus dengan adegan Titanic tersebut. Tini hanya
berfokus pada suara cempreng kekasihnya.
Waktu yang mereka habiskan
untuk berkeliling Pulau Jawa hampir dua bulan. Keasyikan berkeliling, Tini baru
mengetahui bahwa dirinya tengah hamil ketika perjalanan pulang dari Pulau Jawa
kembali ke Kota Jayapura. Saat itu, yang didalam kandungan Tini adalah seorang
anak perempuan. Janin perempuan tersebut sudah berumur dua bulan. Gatut sangat
senang ketika mendengar kabar bahwa sedikit lagi dia akan mempunyai anak.
Terlebih lagi yang diinginkan Gatut untuk anak pertamanya adalah seorang
perempuan. Gatut yang telah terwujudkan mimpinya berjanji untuk menjaga janin
tersebut agar tumbuh sehat dan menjaga kesehatan istrinya.
Di tengah masa kehamilan,
pasti ada yang namanya “ngidam.” Sebuah istilah yang menjadi tren ketika
seorang istri tengah hamil. Istilah tersebut menandakan bahwa hal yang
diinginkannya adalah hal yang diucapkannya. Suatu hari, Tini pernah meminta
Gatut untuk membelikan dirinya buah mangga. Gatut terdiam sejenak melihat Tini.
Seakan mematung, Gatut menanyakan kepada Tini.
“Ma, kamu mau mangga ?”
“Iya, Pa. Kenapa ?”
“Kamu maunya sekarang, ya ?”
“Iya, Pa. Mama lagi pengen
banget makan mangga, nih. Beliin ya.”
“Kalau sekadar dibeliin sih enggak masalah, Ma. Tapi sekarang kan
sudah jam dua pagi. Tukang mangga mana yang masih buka jam segini ?”
“Coba carilah, Pa. Demi
anakmu ini.”
Tanpa mengeluh lagi, Gatut menurut semua permintaan dari
sang istri. Dengan Vespa andalannya, Gatut mengelilingi Kota Jayapura tepat jam
dua pagi WIT untuk mencari satu buah benda pusaka, “mangga.” Akhrinya Gatut
menemukan penjual mangga yang hampir menutup tokonya karena ingin segera
pulang. Gatut memohon untuk jangan menutup tokonya dulu dan membiarkan dirinya
memilih mangga untuk istrinya. Pedagang mangga yang mendengar apa yang
diucapkan oleh Gatut merasa iba. Memang
susah ketika istri sedang hamil. Semua keinginannya harus dipenuhi. Itu juga
demi kesehatan dan bayi dan istri. Gatut kembali ke kamar rumah sakit dengan
membawa kabar gembira yaitu sekilo buah mangga pesanan Tini. Semuanya ingin
dilakukan oleh Gatut karena besok adalah hari persalinan. Kata dokter, besok
adalah hari kelahiran bayi perempuan tersebut. Sehingga Gatut akan berusaha
sekuat mungkin untuk membuat sang istri tetap rileks tanpa beban. Gatut ingin
besok dihadapi istrinya dengan sekuat tenaga. Melahirkan adalah sebuah
kewajiban yang sangat melelahkan bagi para perempuan. Bukan hanya melelahkan,
tetapi juga menyakitkan. Itulah alasannya kenapa ibulah yang paling saya
sayangi.
Proses kelahiran yang berlangsung
cukup tegang. Bayi yang berada didalam kandungan Tini susah untuk keluar.
Berbagai jenis pijit-memijit perut telah dilakukan. Namun, nihil hasilnya.
Dokter menyarankan kepada Tini untuk melakukan operasi Caesar untuk mengeluarkan sang bayi. Mengingat air ketubannya telah
habis. Awalnya, Tini dan Gatut menyetujuinya. Mereeka berdua setuju untuk
melakukan operasi Caesar. Namun, ayah
dari Gatut mengatakan “tidak !”. Beliau melarang apabila bayi tersebut
dikeluarkan secara Caesar. Ayah Gatut
lalu mendekati Tini dan membisikkan beberapa ayat suci Al-Qur’an. Tini
diwajibkan untuk mengikuti dan membacakan setiap ayat yang telah dibisikkan ke
telinganya.
Selama proses kelahirannnya,
Tini terus-menerus menyebutkan ayat suci Al-Qur’an yang telah dibisikkan
sebelumnya serta menekan-nekan bayinya agar keluar. Sekitar satu setengah jam
proses kelahiran tersebut berlalu, bayi pertama dari perempuan perkasa ini
akhirnya menghirup aroma dunia. Dengan berat yang sama dengan berat bayi pada
umumnya, Tini lalu menangis melihat bayi tersebut keluar secara sehat dan cacad
sedikitpun.Gatut lalu menggendong bayi perempuan tersebut dan mengumandangkan
adzan tepat ditelingan kanannya. Bayi perempuan tersebut bernama Inten Widi
Partyasari. Dia adalah anak pertama dari Tini dan Gatut serta pelengkap hidup
pertama untuk Tini dan Gatut.
Tiga berlalu. Inten yang
dulunya masih bayi, kini sudah dapat melihat dunia dan belajar berjalan sedikit
demi sedikit. Mengingat umurnya yang sudah menginjak tiga tahun, anak perempuan
tersebut perlahan-lahan mencoba untuk berdiri sendiri tanpa ragu. Sayangnya,
Tini harus meninggalkan Inten bersama dengan Gatut di rumah sendirian karena
dirinya mendapatkan tugas dinas ke luar kota. Tepat pada tahun 1996, Tini
berangkat untuk dinas ke luar kota. Tugas dinas yang diberikan kepada Tini
mendapatkan tenggang waktu selama satu bulan. Jadi, selama satu bulan, Tini
terpisah dengan Gatut dan Inten. Setelah tugas dinasnya selesai, Tini bergegas
kembali ke Kota Jayapura untuk menemui suami tercintanya dan juga buah hatinya.
Sesampainya di Kota Jayapura, Tini dijemput oleh Gatut menggunakan Vespa
kesayangan mereka sedangkan Inten sementara ditinggal di rumah. September 1996,
Tini mengandung anak kedua. Ketika Tini mengandung anak kedua tersebut, Tini
malah merasa sangat ringan. Dirinya selalu menyempatkan diri untuk berolah raga
setiap pagi. Selalu melakukan senam kesehatan jantung dan tidak mengidamkan
sesuatu yang aneh-aneh.
Sembilan bulan berlalu, jam
dinding berdentang tepat pada pukul empat pagi. Tini yang merasa aneh dengan
perutnya memanggil dokter kandungan melalui suster yang menjaga dirinya. Dokter
memeriksa apa yang dirasakan oleh Tini dengan sedikit memijat perut Tini.
Betapa terkejutnya Tini ketika mendengar bahwa bayi kedua yang dikandungnya akan
lahir sebentar lagi. Dokter lalu mengambil semua peralatan yang diperlukan
untuk proses kelahiran. Tini dipindahkan ke tempat tidur yang lebih nyaman.
Tepat pada pukul lima pagi,
saat adzan subuh berkumandang membangunkan semua penduduk Kota Jayapura, bayi
kedua Tini malah dengan mudah keluar dari rahimnya. Tini sempat bingung, apakah
bayi tersebut sehat atau tidak. Tini merasa bahwa dirinya tidak melakukan
dorongan yang begitu keras untuk mendorong bayinya. Seperti biasanya, Gatut
segera mengadzankan anak alik-laki tersebut. Anak teresbut dilahirkan tepat
pada fajar hari atau waktu subuh. Itulah adalasannya kenapa diberi nama
“Fachri”. Tini dan Gatut merasa hidup mereka lebih berwarna lagi ketika ada
tambahan anggota keluarga yang menemani.
Inten dan Fachri tumbuh
menjadi anak yang sehat. Namun, kesehatan tersebut tidak dirasakan oleh Tini. Pada tahun 2005, Tini merasakan bahwa dirinya terasa
berat untuk berjalan. Bahkan, untuk makan pun tidak mau. Kejadian ini berulang
hingga satu minggu lamanya. Khawatir dengan keadaan sang istri, Gatut lalu
membawa Tini ke dokter setempat. Dokter yang melihat keadaan Tini tiak
mengetahui penyakit apa yang diderita oleh Tini. Gatut telah membawa Tini ke
semua dokter umum yang ada di Kota Jayapura. Namun, tidak ada satupun diantara
mereka yang dapat menyembuhkan penyakit dari Tini. Gatut lalu memutuskan untuk
membawa Tini berobat ke Pulau Jawa. Tini menderita penyakit misterius kurang
lebih tiga tahun. Mulai dari akhri tahun 2005 hingga tahun 2009. Itulah yang
memaksa Tini untuk resign dari
pekerjaannya. Sudah tidak pernah hadir di kantor selama kurang lebih tiga
tahun, Tini memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Setelah resign, Tini masih menjalani beberapa
proses pennyembuhan. Walau sakit seperti itu, Tini tetap dengan semangat dan
juga momok menakutkan yang selalu muncul di masa sekolah selalu muncul demi
mengajarkan sopan santun kepada kedua anaknya.
Tanpa di sadari oleh Tini,
waktu berlalu bergitu cepat. Inten telah masuk kedalam Sekolah Dasar (SD)
Inpres 5.81 Waena, Jayapura. Sedangkan adiknya masih menimba ilmu di Taman
Kanak-kanak (TK) Yapis Pembangunan. Jarak diantara kedua sekolah tidak terlalu
jauh. Inten selanjutnya menimba ilmu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
11 Jayapura. Lalu, melanjutkannya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1
Jayapura. Pendidikan tertinggi Inten berujung pada sebuah universitas ternama
di Jawa Timur yaitu Universitas Brawijaya. Sedangkan adiknya, Fachri menimba
ilmu di SD yang sama dengan Inten. Namun, untuk SMP, Fachri bersekolah di SMP
Negeri 2 Jayapura. Melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Jayapura dan sekarang
sedang mengemban pendidikan di salah satu universitas baru di Indonesia. Tetapi
dengan konsep yang berbeda, yaitu research
based learning atau pembelajaran riset. Universitas tersebut bernama
Universitas Surya. Walau universitas ini baru berumur genap tiga tahun. Namun,
penghargaan, inovasi, dan kreativitas yang ditunjukkan oleh mahasiswa
Universitas Surya tidak kalah dengan universitas besar lainnya.
Tini kali ini hany
berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT). Pekerjaan sehari-hari yang dilakukan
adalah membersihkan rumah dan memasak untuk suami tercinta. Hanya untuk suami
tercinta karena kedua anaknya kini telah mengemban pendidikan di sebuah
universitas yang jauh dari tempat tinggal. Dengan kata lain, di luar kota. Tini
dan Gatut ditinggal oleh kedua anaknya dirumah. Tini juga mempunyai usaha
kecil-kecilan seperti membuat kue dan menjualnya ke tetangga-tetangga. Awalnya,
Tinilah yang harus berkeliling untuk menjual kue bikinan tangannya tersebut.
Kini, Tini hanya perlu diam dirumah, orang lain akan datang dan memesan kue
bikinannya. Bukan hanya kue, yang biasanya di pesan juga berupa makanan berat
seperti lalapan, soto ayam, dan ayam bakar. Usaha kecil-kecilan tersebut
biasanya dibantu oleh anak laki-lakinya yang bernama Fachri. Fachri selalu
menemaninya disaat Tini sedang membuat kue hingga pagi. Walau tertidur, Fachri
tidak akan tidur di kamar, melainkan tidur di tempat dimana mereka membuat kue.
Untuk seorang ibu, melihat
wajah anaknya yang sedang tidur adalah sebuah anugerah bagi mereka. Apalagi
disaat melihat wajah anaknya yang baru pertama kali keluar dan melihat dunia.
Seorang ibu tentunya akan menangis. Bukan menangis kesakitanlah yang menjadi
alasannya. Tetapi, menangis karena bersyukur diberikan anugerah terindah dari
Tuhan. Seorang anak yang akan menemani kehidupan mereka, menuruti setiap
perkataan mereka, membantu mereka, bahkan sampai saling memarahi satu sama
lain. Semua perasaan yang diberikan oleh anaknya kepada orang tuanya adalah
sebuah anugerah untuk orang tuanya. Begitu juga anaknya ketika melihat wajah
senyum dari kedua orang tuanya, bagaimana suara orang tuanya, bagaimana tingkah
lucu kedua orang tuanya, dan bagaimana cara orang tuanya memarahinya. Bagi
seorang anak, itulah anugerah terindah yang tak pernah terlupakan.
Terima kasih mama dan papa
yang sudah menjaga saya selama sembilan bulan diperut mama dan selama 17 tahun
tinggal bersama kalian. Kasih saying yang kalian berikan saat itu, mungkin
tidak dapat diterima dengan otak kecil saya waktu itu. Oleh karena itu, dulu
saya sering mengabaikan perintah kalian bahkan hingga membentak. Namun, ketika
saya melihat air mata yang jatuh dari pipi ibu, terasa sangat menyakitkan
untukku. Dari situlah saya sadar, betapa berharganya senyuman kalian. Tetaplah
semangat dan tetap menjadi orang tua yang terbaik untukku. Khususunya ibu.
TERIMA
KASIH MAMA